BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Transformasi Askes menjadi BPJS Kesehatan
Kesehatan
tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi
penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang
untuk mengobati penyakit yang dideritanya.Begitu pula dengan resiko kecelakaan
dan kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan namun mungkin saja
terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan,
kecacatan, ataupun kematian karenanya kita kehilangan pendapatan, baik
sementara maupun permanen.
Pada
tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah 270 juta orang.
70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Dapat disimpulkan bahwa
pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk Indonesia adalah lansia. Lansia ini
sendiri rentan mengalami berbagai penyakit degenerative yang akhirnya dapat
menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak aday ang menjamin
hal ini maka suatu saat hal ini mungkin dapat menjadi masalah yang besar.
Seperti
menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU No. 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak
pihak berharap tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial” akan
segera luntur dan menjawab permasalahan di atas.
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata ‘transformasi’
sebagai perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan
sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik
badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi
penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti
perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan
kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi,
prosedur kerja dan budaya organisasi.
Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun
terakhir di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober
2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam penyelenggaraan
program jaminan sosial di Indonesia. Perintah transformasi kelembagaan
badan penyelenggara jaminan sosial diatur dalam UU No. 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Penjelasan Umum alinea
kesepuluh UU SJSN menjelaskan bahwa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
yang dibentuk oleh UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan
sosial yang tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara
baru.
Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam
UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU
BPJS). UU BPJS adalah pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas
Perkara No. 007/PUU-III/2005.
Penjelasan Umum UU BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa
UU BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua pasal ini mengamanatkan pembentukan BPJS
dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero), PT ASABRI (Persero), PT
JAMSOSTEK (Persero) dan PT TASPEN (Persero) menjadi BPJS. Transformasi
kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas,
serta hak dan kewajiban.
Dengan telah disahkan dan diundangkannya UU No. 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), pada tanggal 25
November 2011, maka PT Askes (Persero) ditranformasi menjadi BPJS
Kesehatan. Transformasi tersebut meliputi perubahan sifat, organ dan prinsip
pengelolaan, atau dengan kata lain berkaitan dengan perubahan stuktur dan
budaya organisasi.
UU BPJS menentukan bahwa PT Askes (Persero) dinyatakan
bubar tanpa likuidasi pada saat mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada tanggal
1 Januari 2014. Tranformasi PT Askes (Persero) menjadi badan hukum publik BPJS
Kesehatan diantarkan oleh Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) sampai
dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan.
Masa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi
BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai
dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan
Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS
Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak
dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.
Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:
1. penyusunan sistem dan prosedur
operasional BPJS Kesehatan;
2. sosialisasi kepada seluruh
pemangku kepentingan;
3. penentuan program jaminan
kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN;
4. koordinasi dengan Kementerian
Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas);
5. kordinasi dengan KemHan,TNI dan
POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi
anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI; dan
6. koordinasi dengan PT Jamsostek
(Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan
kesehatan Jamsostek.
Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta
hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan, mencakup penunjukan
kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:
laporan
keuangan penutup PT Askes(Persero)
laporan
posisi keuangan pembukaan BPJS Kes
laporan
posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan
Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1
Januari 2014, PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua
asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi
asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua
pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan
sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS
Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program
Jamkesmas. Kementerian Pertahanan,TNI dan POLRI tidak lagi
menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk
pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang
ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja.
Mencermati ruang lingkup pengaturan transformasi badan
penyelenggara jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN dan UU BPJS,
keberhasilan transformasi bergantung pada ketersediaan peraturan pelaksanaan
yang harmonis, konsisten dan dilaksanakan secara efektif. Kemauan politik
yang kuat dari Pemerintah dan komitmen pemangku kepentingan untuk melaksanakan
trasnformasi setidaknya tercermin dari kesungguhan menyelesaikan agenda-agenda
regulasi yang terbengkalai.
Peraturan perundangan jaminan sosial yang efektif akan
berdampak pada kepercayaan dan dukungan publik akan transformasi badan penyelenggara.
Publik hendaknya dapat melihat dan merasakan bahwa transformasi badan
penyelenggara bermanfaat bagi peningkatan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan SJSN, sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan kesejahteraan
sosial. Pembangunan dukungan publik diiringi dengan sosialisasi yang
intensif dan menjangkau segenap lapisan masyarakat. Sosialisasi diharapkan
dapat menumbuhkan kesadaran pentingnya penyelenggaraan SJSN dan penataan
kembali penyelenggaraan program jaminan sosial agar sesuai dengan prinsip-prinsip
jaminan sosial yang universal, sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan UU SJSN
2.2 Pengertian Dan
dasar Hukum
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU No 24 Tahun
2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan kesehatan.
Jaminan
Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
A. Dasar Hukum
1. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Kesehatan;
2. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
3. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan;
4. Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
2.3 Hak
dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
A. Hak Peserta
1. Mendapatkan
kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;
2. Memperoleh
manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan
kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Mendapatkan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan; dan
4. Menyampaikan
keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS
Kesehatan.
B. Kewajiban Peserta
1. Mendaftarkan
dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku ;
2. Melaporkan
perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian,
kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;
3. Menjaga
Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak
berhak.
4. Mentaati
semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
2.4 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Ada
2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat
non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk
pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
Pelayanan
yang diberikan bersifat paripurna (preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta.
Promotif dan preventif yang diberikan dalam konteks upaya kesehatan perorangan
(personal care). Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi
pemberian pelayanan:
A. Penyuluhan kesehatan perorangan,
meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit
dan perilaku hidup bersih dan sehat.
B. Imunisasi dasar, meliputi Baccile
Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio,
dan Campak.
C. Keluarga berencana,
meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama
dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar
dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah.
d. Skrining
kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun
manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada yang
dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak
(tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin
meliputi:
a. Tidak
sesuai prosedur
b. Pelayanan
diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS
c. General
check up, pengobatan alternative dan Pelayanan bertujuan kosmetik
d. Pengobatan
untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi
e. Pelayanan
Kesehatan Pada Saat Bencana
f.
Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri
Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba
2.5 Pembiayaan
A. Pengertian
Iuran
Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh
Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan
(pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
Tarif
Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka olehBPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkanjumlah peserta
yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlahpelayanan kesehatan yang
diberikan. Sedangkan Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh
BPJS Kesehatankepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan
jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.
Tarif Indonesian
- Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’sadalah
besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada FasilitasKesehatan Tingkat
Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepadapengelompokan diagnosis
penyakit.
B. Pembayar Iuran
1. Bagi
Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
2. Bagi
Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.
3. Bagi
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar
oleh Peserta yang bersangkutan.
4. Besarnya
Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan
ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan
kebutuhan dasar hidup yang layak.
C. Pembayaran Iuran
Setiap
Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase
dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu
(bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari
pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan
membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala
(paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh
pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2%
(dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi
Kerja.
Peserta
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN
pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10 (sepuluh) setiap
bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal.
BPJS
Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji
atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran
iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja
dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan
pembayaran Iuran bulan berikutnya.
Iuran premi kepesertaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pekerjainformal.
Besaran iuran bagi pekerja bukan penerima upah itu adalah Rp25.500 per bulan
untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untuk kelas II dan Rp59.500 untuk
kelas I.
Untuk standar tarif
pelayanan kesehatan pada Fasilitas kesehatan tingkat pertama ada di lampiran 1.
C. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
BPJS
Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi. Untuk
Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan
sistem paket INA CBG’s. Mengingat kondisi geografis Indonesia,
tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di
suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan
diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih
berhasil.
Semua
Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan
wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat
daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan
tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
BPJS Kesehatan akan
membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah
memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah
tersebut.
2.6 Kepesertaan
Peserta adalah
setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan
di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
Pekerja adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk
lain.
Pemberi
Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lainnya. Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan
bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta
PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu.
b. Peserta
bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah
dan anggota keluarganya, yaitu:
a.
Pegawai Negeri Sipil;
b.
Anggota TNI;
c.
Anggota Polri;
d.
Pejabat Negara;
e.
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f.
Pegawai Swasta; dan
g.
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.
2) Pekerja Bukan
Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a.
Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b.
Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c. Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan
anggota keluarganya terdiri atas:
a.
Investor;
b.
Pemberi Kerja;
c.
Penerima Pensiun;
d.
Veteran;
e.
Perintis Kemerdekaan; dan
f.
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e
yang mampu membayar Iuran.
4) Penerima pensiun
terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil
yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota TNI dan
Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara yang
berhenti dengan hak pensiun;
d. Penerima Pensiun
selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan
e.
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
f. Anggota keluarga bagi
pekerja penerima upah meliputi:
a. Istri
atau suami yang sah dari Peserta; dan
b. Anak
kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:
tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh lima)
tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
c. Sedangkan
Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.
5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi
pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan tersendiri.
ü Syarat pendaftaran
Syarat
pendaftaran akan diatur kemudian dalam peraturan BPJS.
ü Lokasi pendaftaran
Pendaftaran
Peserta dilakukan di kantor BPJS terdekat/setempat.
ü Prosedur pendaftaran Peserta
a. Pemerintah
mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
b. Pemberi
Kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai
Peserta kepada BPJS Kesehatan.
c. Bukan
pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai
Peserta kepada BPJS Kesehatan.
ü Masa berlaku kepesertaan
a. Kepesertaan
Jaminan Kesehatan Nasional berlaku selama yang bersangkutan membayar Iuran
sesuai dengan kelompok peserta.
b. Status
kepesertaan akan hilang bila Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia.
c. Ketentuan
lebih lanjut terhadap hal tersebut diatas, akan diatur oleh Peraturan BPJS.
ü Pentahapan kepesertaan
Kepesertaan
Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pertama mulai
1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan Kesehatan;
Anggota TNI/PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya;
Anggota Polri/PNS di lingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta asuransi
kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan
pemeliharaan kesehatan Jamsostek dan anggota keluarganya. Selanjutnya tahap
kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan
paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
2.7 Pertanggung Jawaban BPJS
BPJS
Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima
lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan
kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah
tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri
Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi
Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam
JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non
medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan
yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti
asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan
kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya(additional charge).
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai
bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib
menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan
laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan
yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan
tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan
tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa
elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki
peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.
2.8 Pelayanan
A. Jenis Pelayanan
Ada
2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu
berupapelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans
(manfaat non medis).Ambulanshanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
B. Prosedur Pelayanan
Peserta
yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan
kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta
memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan
melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali
dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
C. Kompensasi Pelayanan
Bila
di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan
kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga
kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai
hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
C. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara
pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama
dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing danrekredensialing.
2.9 Monitoring dan
Evaluasi
Monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari sistem kendali
mutu dan biaya. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab Menteri Kesehatan yang
dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional. Pengawasan
terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Pengawasan
internaloleh organisasi BPJS meliputi: a. Dewan pengawas; dan b. Satuan
pengawas internal. Sedangkan Pengawasan eksternal dilakukan oleh:
a.
DJSN
b.
Lembaga pengawas independen.